Review : Kabut di Bulan Madu

0

img_20161130_074344_hdr-01

Kabut di Bulan Madu

Penulis: Zainul DK

Penyunting: Nisaul Lauziah Safitri

Penata Letak: Yuniar Retno Wulandari

Pendesain Sampul: Hanung Norenza Putra

Penerbit: Ellunar Publisher

ISBN: 978-602-0805-73-3

Cetakan: I (Agustus 2016)

Jumlah Halaman: 249 hlmn

*

ᴥBlurb ᴥ

Tersangka kasus penembakan di sebuah kafe yang menewaskan seorang preman adalah Roby. Ia melakukan penembakan itu karena tak terima kekasihnya, Linda, diganggu. Ia pun berhasil ditangkap oleh Inspektur Ariel untuk menjalani hukuman penjara. Tidak sanggup melihat sang kekasih bersedih mengetahui dirinya dijebloskan ke penjara, Roby menyuruh Linda untuk berlibur menaiki kapal pesiar mewah.

Di sisi lain, ada pasangan yang baru menikah hendak berbulan madu: seorang penyiar berita bahasa Jepang, Helena Lizzana, dan pria keturunan Jepang-Timur Tengah, Ihdina Shirota. Mereka berencana menikmati momen indah itu dengan naik kapal pesiar.

Pasangan muda tersebut berada dalam satu kapal pesiar yang sama dengan Linda. Tak disangka terjadi musibah: kapal pesiar itu menabrak karang dan karam. Dari hasil evakuasi, dinyatakan bahwa hanya ada satu korban jiwa meninggal, yaitu LINDA!

Memperoleh berita nahas ini, Roby tentu saja tidak terima. Menurutnya, ada keanehan yang menyebabkan kekasihnya saja yang menjadi korban. Ia percaya seseorang sengaja membunuh Linda. Ia pun menyusun rencana untuk kabur dari penjara, dan mencari tahu siapa pembunuh sang kekasih. Inspektur Ariel mesti mati-matian mencegahnya.

*

“Bukanlah setiap yang bekilau itu emas.”

-Ihdina Shirota (hlmn 86)

Berkisah tentang pengabdian seorang inspektur di kepolisian daerah Jeyakarta, Ariel Stallone. Inspektur Ariel yang tengah sibuk mengurusi kasus pembunuhan di Kafe Expose mesti juga menghadapi kerewelan Roby—tersangka kasus pembunuhan di atas—yang kerap menerornya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kewajaran kematian belahan jiwanya, Linda.

Linda yang meninggal tersebab kecelakaan kapal pesiar mewah—yang dijadikannya tempat pelarian atas rasa sedih hatinya kerana Roby terancam dipenjara—meninggalkan seribu tanda tanya di kepala Roby. Siapa yang membunuh Linda? Mengapa dia atau mereka membunuh Linda? Dan jika benar kecelakaan dan tiada siapa membunuh siapa, kenapa hanya Linda satu-satunya yang mati di antara semua?

DI lain tempat, sepasang suami-istri yang tengah menikmati umur-umur jagung dalam pernikahan mereka, memutuskan untuk mereguk nikmatnya berbulan madu di atas kapal pesiar mewah. Ihdina Shirota, pengusaha minuman kesehatan bermerek “KULT”, rela memberikan segalanya kepada Helena Lizzana, sang kekasih hati.

Namun, bulan madu yang mereka sangka akan terasa teramat madu, sekonyong-konyong berubah menjadi mimpi buruk. Kapal megah itu menabrak karang, kalang kabut para penumpang dibuatnya. Tak terkecuali Ihdina dan Helena yang tengah berada di atasnya.

Ketika kegemparan itu terjadi, Helena terpisah dari genggaman Ihdina. Sejak saat itu, dia seorang diri berlomba-lomba menyelamatkan nyawa, saling bersikut-sikutan dengan penumpang lain. Tetapi, mengapa di akhir cerita Helena menjadi berubah? Ada yang disembunyikankah?

Apakah ada hubungannya dengan kematian Linda?

“Tergelincir kaki lebih baik daripada tergelincir lidah.”

-Ihdina Shirota (hlmn 86)

Kabut di Bulan Madu adalah novel pertama yang saya baca setelah hiatus lama sejak… entahlah. Lupa. Dan sebagai novel perdana—yang saya baca, juga novel perdana sang penulis, Zainul DK—saya merasa cukup terpuaskan. Betapa proses menikmati novel ini aduhai menyenangkan.

Meski tak berprofesi sebagai seorang polisi, penulis cukup sukses membawakan tema ini kepada saya selaku penikmat cerita. Mungkin keberhasilan ini jua ditunjang oleh latar belakang beliau yang seorang Magister Hukum dan ayah-kakeknya yang seorang purnawirawan. Membaca novel ini sedikit-banyak memberikan gambaran kepada saya tentang apa-apa yang ada dan terjadi di kepolisian.

Namun, saya rasa penulis terlalu ‘menguasai’ tema ini, hingga ada kebijakan—atau kesilapan, saya tak tahu—yang bagi saya cukup mengganggu kenikmatan saya. Kebijakan itu ialah ada beberapa istilah kepolisian yang tidak dilengkapi dengan catatan kaki hingga saya perlu berpayah-payah mencari apa artinya. Seperti pamapta, reserse, briptu, bripda, bripka, aipda, dan sebagainya.

Akan tetapi hal ini tak selalu buruk. Dengan penguasaan yang sebegitu hebat, Zainul DK dalam novel ini banyak memberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang sangat tidak umum dan saya teramat menyukainya. Seperti istilah lain dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah locus delicti, entah dari bahasa mana. Juga arti dari istilah visum et refertum dan juga post mortem.

“Penyesalan tak pernah di depan.”

-Ihdina Shirota (hlmn 113)

Kisah para tokoh di ini novel menitikberatkan pada satu hal: usaha Roby mencari kebenaran atas kematian Linda juga membalaskan dendamnya. Dan demi menuju pusat badai tersebut, pembaca akan disuguhkan dengan cerita-cerita ringan yang diolah sederhana oleh sang penulis. Seperti kisah kasih Ihdina dan Helena, cerita Inspektur Ariel dan aktivitasnya di kepolisian Jeyakarta, hingga diskusi demi diskusi Roby dan pengacaranya kala mencoba menguak tabir yang membayang-bayangi kematian kekasihnya.

Kover novel ini pun seolah menjabarkan apa yang sebenarnya menjadi inti dari Kabut di Bulan Madu: Kesuraman yang datang tiba-tiba pada hidup sepasang belahan jiwa. Dan jangan lupa, kalung emas berinisial ‘H’ yang menjelma segalanya di dalam kisah ini.

“Sekali melihat lebih baik daripada seratus kali mendengar.”

-Ihdina Shirota (hlmn 113)

Dengan alur yang konstan maju juga gaya bercerita yang lincah dan menurut saya enak dibaca, menambah poin tersendiri pada keapikkan novel ini. Diksi dan pengolahan kalimat yang penulis terapkan di novel ini sedikit berbeda dengan novel-novel lain yang pernah saya baca. Agak-agak nyastra kalau bisa saya bilang.

Meski penulis mengklaim genre novel Kabut di Bulan Madu ini adalah thriller, saya berpendapat lain. Unsur thriller di novel ini saya rasa tak lebih dari 25%. Dan yang lebih mendominasi adalah rasa romansa dan komedinya.

Oleh karena itu, setelah jalan seperempat saya membaca—dan agak-agak tertekan karena saya mengharapkan kisah yang benar serius namun tak kunjung saya temukan—saya coba mengubah persepsi saya. Dan benar saja, saya lebih menikmati novel ini sebagai novel romansa-komedi dengan cukup action dari tokoh utama daripada novel thriller-romance.

“Obatilah amarahmu dengan diam.”

-Ihdina Shirota (hlmn 199)

Satu hal lain yang membuat saya menyukai novel ini adalah: saya harus menjalani love-hate relationship dengan tiap-tiap tokohnya. Hal ini teramat menyenangkan sekaligus mengesalkan. Mari saya jabarkan satu per satu.

  1. Inspektur Ariel Stallone
  • Love: Polisi muda yang diimajikan pintar, gagah, mainly manly, humoris, dan bijaksana. Namun, entah mengapa rupa inspektur tidak dijabarkan sedikit pun di dalam kisah ini (atau saya yang melewatkannya?)
  • Hate: Ariel dibuat berbeda dengan kekhasannya mengganti ‘kau/kamu’ dengan ‘you’. Awalnya saya pikir ini adalah salah satu dari sekian banyak kekreatifan penulis: membuat tokoh utama yang gampang diingat. Namun inkosistensi terjadi beberapa kali. Singkatnya, penulis hanya mengubah kata ‘kau/kamu’ yang seharusnya diucapkan Ariel dengan ‘you’ tanpa ada pengembangan lagi. Padahal ada beberapa kata yang sebenarnya bisa dikreasikan lagi seperti ‘lukamu’ menjadi ‘luka you’. Atau ‘kalian’ menjadi ‘you semua’.

Dan serius nih, selera humor inspektur kita ini receh banget~

  1. Roby
  • Love: Porsi Roby di kisah ini keren banget!
  • Hate: Perubahan emosi Roby di kisah ini amatlah berantakan. Ndak ada smooth-smooth-nya. Padahal, jika penulis mampu mengeksplorasi lebih lagi si Roby ini, maka saya yakin akan lahir seorang antagonis hebat yang akan selalu diingat.
  1. Ihdina Shirota
  • Love: Nama Ihdina yang kreatif dan saya suka sekali. Karakternya yang bijaksana dan penyayang, mungkin agak dibuat mirip seperti karakter-karakter yang ada pada Nabi Muhammad SAW. Pengusaha keturunan Jepang-Timur Tengah ini juga banyak memberikan pengetahuan baru seputar quotes berbahasa Jepang dan Arab.
  • Hate: Lagi-lagi selera humor yang menurut saya perlu ditingkatkan.
  1. Helena Lizzana
  • Love: News anchor di Jeya TV ini diimajikan cerdas, rupawan, manja, serta bertanggung jawab. Benar-benar istri idaman.
  • Hate: Kok saya agak-agak terkejut ya kalau Helena ini tega melakukan itu

“Katakan yang benar walau pahit.”

-Ihdina Shirota (hlmn 199)

Dari sebegitu hebatnya gaya menulis Zainul DK dalam merangkai kata, mencipta cerita, bagi saya masih ada beberapa hal yang membuat saya kurang sreg, di antaranya seperti:

  1. Ada kalimat yang diucapkan oleh kekasih Roby, Linda, yang menurut logika saya tak pada tempatnya.
  2. Pemakaian onomatope yang berlebihan seperti Ceet… Ceet… Tiiit…, Kleeekk, Wkwkwkwk, Mmuuaacch, Hohoho, Yups. Entah hanya saya saja atau bagaimana, hal ini teramat menyebalkan dan tidak memiliki nilai estetika.
  3. Begitu juga pemakaian huruf kapital atau capslock yang berlebihan. Menggunakan tanda seru jua sebenarnya sudah cukup bijak dan cukup mewakili emosi yang terkandung dalam suatu kalimat.
  4. Pemilihan nama-nama tempat dan tokoh yang terkesan tak serius.
  5. Typo (meski saya senang sekali karena teramat jarang saya temukan typo pun kata-kata yang tidak baku, tetapi masih ada sedikit, sedikiiiittt sekali, yang bisalah diberikan pengampunan,):
  • Cobra yang seharusnya kobra saja
  • Mr X yang seharusnya Mr. X
  • Pemakaian tanda kutip yang salah di hlmn 19
  • Tata make-up bukannya tata rias atau make-up saja
  • Mapolres yang seharusnya Mapolres. Sebab, akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital
  • Full English yang seharusnya di-italic sebab merupakan kata asing
  • Wandi rekzen yang seharusnya Wandi Rekzen

“Tak meladeni orang bego itulah jawabannya.”

-Ihdina Shirota (hlmn 199)

Terlepas dari kesilapan-kesilapan tersebut, novel ini memiliki ‘something’ yang membuatnya layak untuk dibaca khalayak ramai. Saya pribadi amat menikmati prosesnya, namun alangkah lebih baik jika penulis mau berlapang dada dan berbesar hati menerima kritik saran yang telah saya jabarkan di atas, semata-mata demi kesempurnaan penulis sendiri di masa yang akan datang.

Pun, saya harap dengan teramat-amat-amat-amat sangat agar kisah Inspektur Ariel Stallone mampu dibuatkan kelanjutannya dengan penulisan yang lebih matang lagi, konflik yang lebih cerdas lagi, dan twist yang lebih alahai lagi!

Ah, iya! Tentang twist, sejuta kata kampret pun takkan mampu menggambarkan kekampretan twist di Kabut di Bulan Madu ini. Kampret banget! The best twist ever in 2016! Mas Zainul kampret bener!

Dan terakhir, novel ini pantas untuk mendapatkan…

Bintang 3

Plis plis plis dibuatin sekuelnya!

P.S.

Tahukah kamu kalau ada bonus CD berisi 6 trek yang tiga di antaranya adalah lagu ciptaan penulis sediri?

P.S.S.

Baca juga Bookkeeper’s React di sini.

P.S.S.S.

Berhubung buku ini diterbitkan dengan jalur indie, maka teman-teman dapat menghubungi pihak Ellunar Publisher di twitter @EllunarPublish_

http://www.ellunarpublisher.com/2016/08/kabut-di-bulan-madu.html